Cerpenku
Harapan Semu
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah di SMA
yang aku inginkan. Sebelumnya perkenalkan namaku adalah Ari, dan umurku
sekarang adalah 16 tahun. Aku nggak akan mbahas tentang diriku secara detail
yang pasti aku termasuk cowok yang ganteng (menurutku dan ayah ibuku hehe),
tapi aku akan membahas kisahku disekolah ini.
Seperti biasa anak-anak masuk kelas dan berebut mencari
tempat duduk nggak peduli sama siapa mereka duduk yang pasti pasangannya
sejenis dengannya. Kalau aku sih santai soalnya aku berangkat lebih awal dan
masih banyak pilihan bangku. Karena ingin manjadi murid yang teladan seperti salah satu misiku, ya
aku langsung memilih bangku yang ada dibelakang. Bangku paling depan sering
membuatku grogi dan keringat dingin saat ditunjuk oleh guru, maklum aku
orangnya kurang PD.
Waktu itu teman sebangkuku adalah Fikri. Sebelumnya kami
sudah saling kenal dari kegiatan kepramukaan yang pernah kami ikuti. Ya karena
aku orangnya suka bercanda, sering kali dia yang mudah ketawa aku candain sampai
tak gelitikin sekalian sampai terbahak-bahak. Ketika wali kelas masuk, semua
anak duduk ditempat masing-masing. Beliau meminta tiap anak untuk
memperkenalkan diri. Nah saat inilah aku konsentrasi mengamati mereka satu-satu
khususnya cewek-cewek, siapa tau ada yang cocok kan rejeki. Dari sekian cewek
yang ada, ada dua cewek yang aku lihat lebih dari yang lain. Mereka adalah Tiwi
dan Santi. Salah satu dari mereka mengenakan jilbab yaitu Tiwi.
Hari demi hari terus berjalan. Aku mulai memikirkan cara
bagaimana biar bisa dekat dengan mereka. Akhirnya aku dapat ide, aku minta
teman didepanku untuk mengedarkan kertas kekelas dan tiap anak menuliskan nama
serta nomor telepon mereka. Tapi sialnya mereka sudah punya rencana itu dan
malah aku yang kena ejekan, “wah mau modus ya kamu?” kata si Wawan. Aku hanya
berkata dalam batinku “kamprett”. Tapi tak apalah yang penting dapat. Setelah terkumpul
saatnya nyatetin semua nomor anak-anak dan tak boleh ketinggalan dua gadis
incaranku.
Malam harinya aku berencana smsin mereka, tapi kalau langsung
ke orangnya nampaknya terlalu dini. Ya sudah satu kelas tak smsin semua untuk
sekedar basa basi. Satu persatu balasan dari smsku mulai masuk termasuk tak
ketinggalan sms dari Tiwi. Kami baru sebatas perkenalan lewat ponsel. Namun dari
tadi sms dari si Santi tak kunjung masuk. Apa iya ia sudah tidur? Masak baru
jam segini sudah tidur, pikirku dalam hati. Sekitar jam sembilan malam akhirnya
dia sms juga, tak ku sia-siakan langsung saja aku balas. Dua tiga pesan masih
lancar, tapi kemudian sudah tidak ada balasan. Yah mungkin kali ini dia sudah
tidur beneran. Basa-basi ini terus aku lakukan hampir setiap hari, maklum
jomblo kalo nggak punya kegiatan ya mau ngapain, hehe.
Sautu hari rasa ketertarikanku pada Tiwi mulai pudar,
entah mengapa tapi mungkin karena aku merasa tidak cocok. Justru sebaliknya,
Santi malah membuatku semakin ingin mendapatkannya. Parasnya yang cantik,
rambut lurus dan panjang, kulit kuning langsat, serta tinggi yang tak terpaut
jauh dari tinggiku membuatnya begitu sempurna, terlebih sifatnya yang terbuka
dan mudah diajak bercanda. Saat pelajaran dikelas, pandanganku tak dari
wajahnya. Sering ku curi pandangan ketika yang lain tidak melihat kearahku.
Rasa ini semakin hari semakin kuat. Disekolah kami juga
semakin terbiasa berdekatan, bahkan dia sering usil kepadaku. “apakah ini
pertanda bahwa dia ....?” ah pikiranku malah jadi kemana-mana. Yang selalu ada
dipikiranku adalah mengapa saat dia ku sms hanya sedikit balasan bahkan sering
tak dibalas. Apa iya dia sudah memiliki pacar atau memang nggak suka smsan? Tapi
aku sikapi dengan biasa saja tentang masalah itu.
Kedekatan aku dan dia disekolah mulai diketahui sama
anak-anak kelas lain. Antara senang dan tidak enak sih sebenarnya. Bahkan suatu
hari ada anak yang bilang bahwa aku dan Santi berpacaran. Waduh, nembak aja
belum apalagi pacaran. Sebenarnya ingin juga dia cepet jadi pacarku. Namun apa
yang ada dipikiranku selama ini ternyata benar, ada salah satu temannya yang
mengatakan bahwa dia sudah memiliki pacar. Terus terang saat itu hati dan
pikiranku terpukul seperti orang lagi nyantai ketimpa kelapa dari atas. Sebisa mungkin
aku sembunyikan kecemburuanku dibalik senyuman, bahkan ikut tertawa seakan
tidak terjadi apa-apa padaku. Padahal didalam terasa hancur. Entah harus
bagaimana, semenjak saat itu sikapku padanya sedikit berkurang. Meski begitu ia
tetap dekat dengan yang lain dan juga denganku.
Semenjak saat itulah aku ngejalanin apa yang harus aku
lakuin sewajarnya seperti yang lain. Suatu ketika aku melihat dengan kedua mata
kepalaku dan mendengar dengan kedua telingaku. Ternyata temanku Wawan juga ada
rasa dan berusaha dekat dengan Santi. Semua itu aku lihat dari percakapan
mereka dan ketika Wawan mengobrol dengan teman sebangkunya. Dari apa yang aku
tangkap, mereka menggunakan kata-kata semacam kata panggilan akrab atau sayang.
Mereka menggunakannya saat berbincang lewat pesan sms. Hal tersebut membuatku
semakin pilu.
Hari terus berlalu, hingga ada kabar yang mengejutkanku.
Santi dan pacarnya kini sudah tidak
berpacaran lagi alias putus. Setengah tak percaya namun ada kegembiraan
tersendiri bagiku. Ada peluang lagi yang terbuka untuk mendekatinya lagi. Ketika
waktunya untuk berusaha kembali sudah pas, saatnya aku mulai beraksi kembali. Saat
disekolah memang dia tidak terlihat sedang memiliki pacar atau dekat dengan
cowok lain disekolah kecuali sering dekat denganku. Hal inilah yang membuat
anak-anak berpikiran bahwa aku dekat dengan Santi. Hari demi hari aku jalani
seperti biasa.
Berhubungan dengan liburan akhir semester, anak-anak
kelas mengajak berlibur kesuatu tempat untuk refresing. Ini saatnya aku bisa
berduaan sama dia, bisa foto bareng, atau juga bermesraan. Semua sudah dikasih
tahu, dan yang mau ikut silahkan datang berkumpul ditempat dan waktu yang sudah
ditentukan, tak terkecuali teman kami Esta yang tangannya habis patah karena
kecelakaan.
Keesokan harinya kami berkumpul dan menunggu yang lain
yang belum datang. Seperti biasa, acara seperti ini pasti molor karena ada yang
kurang tertib. Setibanya mereka yang telat, kami langsung tancap gas. Sudah tak
sabar rasanya pengen cepat-cepat sampai tujuan. Disepanjang perjalanan aku
mengobrol dengan temanku biar nggak bosan, yah biar nggak sepi gitu.
Sesampainya dilokasi motor kami parkirkan dan membeli
tiket masuk. Langsung saja kami berhamburan sendiri-sendiri. Ada yang foto-foto,
melihat pemandangan, juga ada yang ke toilet. Pertama aku pergi bersama
teman-teman cowok, sekedar melihat pemandangan. Kemudian yang lain mengajak
untuk berkumpul untuk foto bersama. Betapa terkejutnya, saat kedua mata ini
melihat seorang wanita yang didampakan berjalan bergandengan tangan dengan
laki-laki lain. Sontak aku kehilangan semangat untuk hari itu dan selanjutnya. Dan
mulai dari hari itu aku harus berusaha meninggalkannya meski sulit dan tidak
bisa melupakan apa yang sudah terjadi selama ini.
Pada suatu hari ketika kami semua sudah lulus dari
sekolah kami dan melanjutkan sekolah di universitas masing-masing, aku berusaha
mendapatkan kontak ponselnya lagi karena sudah lama kami tak berhubungan. Hingga
akhirnya kudapatkan aku mulai membuka perbincangan. Karena aku selalu memikirkannya,
akhirnya aku ungkapkan rasa yang pernah ada dan akan selalu ada padanya. Tidak peduli
apa yang akan dia berikan yang penting aku sudah mengatakan apa yang selama ini
aku pendam. Dan benar saja memang sudah tidak ada kecocokan diantara kami. Ya,
biarlah semua yang sudah terjadi menjadi sebuah kenangan untuk diri kita
masing-masing.
Komentar
Posting Komentar